Berbeda dengan kasus-kasus belakangan, ditutupnya TPA karena semua zona sudah penuh dengan sampah. Bukan akibat didemo dan ditutup warga atau sejumlah aktivis lingkungan. Semakin banyak gunung-gunung sampah menjulang ke langit dan pencemaran (udara, tanah dan air) semakin meluas. Akibat TPA dikelola secara open-dumping, tidak ada IPAS (pengolahan air lindi). Sampah hanya ditumpuk-tumpuk saja. Merupakan bentuk mengelola sampah yang buruk.
Akibat pengelolaan TPA buruk dan sangat buruk, maka tidak mudah memasukinya. Harus ada ijin resmi terlebih dulu dari Dinas LH, setelah itu lapor ke kantor UPTD TPA, kemudian baru diantar oleh staf dan security memasuki area TPA sampah. Prosedurnya panjang, makan waktu dan TPA dijaga ketat selama 24 jam. Bayangkan hanya ingin melihat dan mendokumentasi sampah harus melalui prosedurnya panjang dan ketat?! Pengamanan dan penjagaan TPA sampah melebih penjagan emas atau intan berlian.Â
Memang, perlu diakui mengelola sampah itu tidak mudah, apalagi yang jumlah timbulannya besar atau sangat besar, sudah mencapai 1.000 sampai 10.000 ton/hari. Untuk mengelola timbulan sampah ratusan ton/hari saja banyak yang kuwalahan. Jika hanya dilakukan sendiri (bidang persampahan) akan sangat berat. Maka diperlukan partisipasi semua pihak, yakni dunia usaha, masyarakat dan stakeholder lain. Dan, yang pasti butuh bantuan multi-teknologi, infrastruktur dan anggaran yang cukup.
Jika dianalisa, bahwa selama ini pendekatan yang dilakukan
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0