Butuh Sanksi Hukum untuk Pengelola TPA Sampah Tak Normal

Peri Irawan
Jan 26, 2023

sampah dan leachate, ancaman kesehatan warga sekitar. Seperti kasus buka tutup yang pernah dialami TPA Bantargebang tahun 199-2000-an. Juga kasus TPA Sumurbatu, TPA Burangkeng belakangan makin marak diprotes warga, TPA Galuga Bogor, dll. Akarnya, TPA buruk mencemari lingkungan hidup, mengancam warga serta tidak ada kompensasi, lalu ditutup warga.

Berbeda dengan kasus-kasus belakangan, ditutupnya TPA karena semua zona sudah penuh dengan sampah. Bukan akibat didemo dan ditutup warga atau sejumlah aktivis lingkungan. Semakin banyak gunung-gunung sampah menjulang ke langit dan pencemaran (udara, tanah dan air) semakin meluas. Akibat TPA dikelola secara open-dumping, tidak ada IPAS (pengolahan air lindi). Sampah hanya ditumpuk-tumpuk saja. Merupakan bentuk mengelola sampah yang buruk.

Akibat pengelolaan TPA buruk dan sangat buruk, maka tidak mudah memasukinya. Harus ada ijin resmi terlebih dulu dari Dinas LH, setelah itu lapor ke kantor UPTD TPA, kemudian baru diantar oleh staf dan security memasuki area TPA sampah. Prosedurnya panjang, makan waktu dan TPA dijaga ketat selama 24 jam. Bayangkan hanya ingin melihat dan mendokumentasi sampah harus melalui prosedurnya panjang dan ketat?! Pengamanan dan penjagaan TPA sampah melebih penjagan emas atau intan berlian. 

Memang, perlu diakui mengelola sampah itu tidak mudah, apalagi yang jumlah timbulannya besar atau sangat besar, sudah mencapai 1.000 sampai 10.000 ton/hari. Untuk mengelola timbulan sampah ratusan ton/hari saja banyak yang kuwalahan. Jika hanya dilakukan sendiri (bidang persampahan) akan sangat berat. Maka diperlukan partisipasi semua pihak, yakni dunia usaha, masyarakat dan stakeholder lain. Dan, yang pasti butuh bantuan multi-teknologi,  infrastruktur dan anggaran yang cukup.

Jika dianalisa, bahwa selama ini pendekatan yang dilakukan


1 2 3 4 5

Related Post

Post a Comment

Comments 0