Elektabilitas Anies Turun 5 Persen Usai Gandeng Cak Imin, Denny JA: SBY Effect

Ida Farida
Oct 03, 2023

Ketua MTP Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Foto: Twitter AgusYudhoyono

KOSADATA - Lembaga Survei, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memotret tingkat elektabilitas Calon Presiden (Capres) terbaru, periode September 2023. Dalam hasil survei lnya, LSI Denny JA memotret elektabilitas Prabowo masih unggul sementara di angka 39,8%. Di bawahnya sedikit lebih rendah, elektabilitas Ganjar di angka 37,9%. 

"Lalu di bawahnya lagi, Anies Baswedan di angka 14,5%. Dukungan kepada Anies masih sangat-sangatlah jauh dibandingkan kepada Ganjar apalagi kepada Prabowo. Selisihnya lebih dari 20%," ujar pendiri LSI, Denny JA dalam keterangannya, Selasa (3/10/2023).

Menurutnya, tingkat elektabilitas Anies Baswedan menurun drastis usai mendeklarasikan Calon Wakil Presiden, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Sebelum deklarasi Cawapres, katanya, elektabilitas Anies pada bulan Agustus 2023 sebesar 19,7%.

"Deklarasi pasangan ini terjadi pada tanggal 2 September 2023.Sebelum deklarasi, dukungan kepada Anies sebesar 19,7%. Lalu setelah deklarasi, dukungan itu justru menurun menuju 14,5%. Turunnya cukup banyak 5%," katanya.

Denny JA menilai, penurunan elektabilitas Anies itu karena adanya “SBY’s Effect.” Menurutnya, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai (MTP) Partai Demokrat marah besar kepada Anies Baswedan.

"Di sana hadir kemarahan SBY yang besar kepada Anies. Kritik SBY kepada Anies yang beredar sangat masif telah ikut serta menurunkan elektabilitas Anies. SBY mengatakan bahwa: Sekarang saja (Anies) tidak Shiddiq, tidak amanah, bagaimana nanti jika menjadi pemimpin," ungkapnya.

 

"Itu kemarahan yang datang dari hati, oleh presiden dua periode, yang pernah menjadi superstar di zamannya, dengan menang pilpres satu putaran saja, dengan dukungan tertinggi dalam sejarah pilpres langsung," tambahnya.

 

Dia mengatakan, tingkat elektabiltas memiliki tiga pondasi. Yakni, Pertama adalah track record Capres di masa lalu, apa yang sudah dia kerjakan. Kedua, aneka program utama yang akan ia sampaikan, yang ia akan berikan kepada rakyat banyak.

"Dan ketiga adalah personality Sang Capres. Jika personalitynya yang diserang seperti sekarang ini, Anies dianggap tidak amanah, apalagi yang menyerang adalah tokoh berpengaruh, disiarkan sangat masif pula, maka itu besar efeknya," jelasnya.

Meski demikian, lanjutnya, Pemilihan Presiden (Pilpres) belum usai. Dia menilai, Anies Baswedan masih memiliki potensi menjadi kuda hitam untuk menyusul di tikungan terakhir. Sama halnya seperti terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

"Saat itu Anies juga selalu buncit. Tapi Anies kemudian di babak akhir dari pilkada DKI itu justru menjadi pemenang pertamanya. Masih ada harapan buat Anies dan pendukungnya. Bahwa ia masih berpotensi menjadi kuda hitam juga kali ini. Tapi tentu saja medan perangnya lebih sulit. Indonesia, dari Aceh hingga Papua, jauh lebih luas dan lebih kompleks dibandingkan DKI Jakarta," tandasnya.***

Related Post

Post a Comment

Comments 0