Bahan Pokok, Kemampuan Membeli dan Upaya Heru Budi Hartono

Ichsan Sundawani
Nov 09, 2023

Foto: Ist

berperan sentral di sini supaya menumbuhkan kemampuan masyarakat juga untuk memiliki daya beli alias memiliki uang untuk pangan. 

Untuk konteks Jakarta, bagaimana mengurangi komplain terkait mahalnya sembako? Faktor utama naik atau turunnya harga bahan pokok adalah tentang ketersediaan. Bagaimana bahan tidak naik kalau supply tidak cukup? Kelangkaan dalam hukum ekonomi bukan berarti hanya kekurangan pasokan, tetapi juga kekurangan kemampuan daya beli.

Penduduk Jakarta pada malam hari sekitar 6 juta jiwa sedangkan di siang hari dengan penambahan pekerja dari Bodetabek menjadi 11-13 juta manusia yang pasti membutuhkan makan. Berapa ton beras, sayuran, daging dan bahan lain yang dibutuhkan Jakarta setiap hari? Jawabannya tentu sangat banyak dalam hal kuantitas. Namun dalam kualitas, pakan hanya bisa diperoleh melalui ketersediaan uang untuk membeli. 

Bukan hanya kuantitas, tetapi juga kualitas: daya membeli

Guna menjawab ketersediaan secara kuantitas ini, pemerintah DKI Jakarta menyediakan Jakarta Food Station (JFS). Salah satu tugas penting dari JFS ialah memastikan ketersediaan stok yg memadai untuk memberi makan 13 jutaan jiwa di Jakarta.

Heru Budi Hartono mengoptimalkan fungsi Jakarta Food Station dan mengatakan bahwa diperlukan komitmen dari pemasok. Komitmen semacam ini memang penting sebab supply seyogyanya berlanjut/kontinyu. Manakala stok kurang dan tidak mencukupi jelas sekali harga akan naik.

Untuk menekan harga musti terjaga ketersediaan. Sebagai contoh misalnya, Jakarta memelihara sapi dan membuat kebun di daerah lain dengan kontrak tertentu untuk kemudian menyokong pangan Jakarta. Sudahkah pemprov memikirkan itu? Sudahkah kontrak dengan perusahaan tertentu atau bulog misalnya dengan sistem Purchase Order demi stabilitas bahan pokok.

Sisi lain yang tak kalah penting ialah bagaimana membuat supaya masyarakat punya daya beli,


1 2 3 4

Related Post

Post a Comment

Comments 0