Tarif Trump Dibuat Geram

Ida Farida
Apr 29, 2025

Prof. Dr. H. Suwatno, M.Si., Dosen Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis UPI. Foto: ist

Oleh: Prof. Dr. H. Suwatno, M.Si.

Dosen Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia

 

Sejak Donald Trump menjabat kembali sebagai Presiden Amerika Serikat, dunia dikejutkan dengan kebijakan ekonomi yang mengguncang fondasi perdagangan internasional. Salah satu kebijakan paling kontroversialnya hari ini adalah kebijakan tarif impor yang diberlakukan secara luas kepada hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.

 

Produk-produk asal Indonesia, dari tekstil, sepatu, karet, elaktronik hingga produk-produk hasil perikanan, dikenai tarif yang melonjak hingga 32 persen. Ini bukan sekadar angka, tetapi sebuah gempa dahsyat terhadap semangat perdagangan bebas yang selama ini diperjuangkan oleh komunitas internasional. Lembaga-lembaga multilateral seperti WTO, APEC, hingga ASEAN selama puluhan tahun membangun arsitektur perdagangan global yang inklusif dan adil. Namun, dalam satu tarikan pena, Trump menghancurkan sebagian dari bangunan itu dengan kebijakan yang berbau proteksionisme ekonomi gaya lama.

 

Tentu kebijakan egoistik ini memicu gelombang kritik dari berbagai penjuru dunia. Para ekonom terkemuka dunia menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk proteksionisme ekstrem yang kontraproduktif di tengah era globalisasi. Paul Krugman, peraih Nobel Ekonomi 2008, bahkan menyebut kebijakan Trump tersebut terlalu obsesif. Ia menekankan bahwa tarif tinggi bukanlah tanda kekuatan ekonomi yang mapan dan percaya diri, melainkan cerminan dari rasa takut dan ketidakpastian dalam menghadapi daya saing global yang semakin kompetitif.

 

Dalam dunia yang saling terhubung seperti sekarang, kebijakan proteksionis tidak lagi relevan dan berpotensi menjadi bumerang. Di masa lalu, mungkin negara-negara bisa berlindung di balik tarif dan kuota. Namun kini, ketika produksi, distribusi, dan konsumsi


1 2 3 4

Related Post

Post a Comment

Comments 0