Oleh: Agustinus Tamtama Putra
Pengamat Kebijakan Publik GMT Institute
KOSADATA - Presiden Jokowi kecewa akibat anggaran dana 10 M untuk pengentasan stunting digunakan bukan untuk tujuan termakhtub, melainkan sebanyak 6 M (lebih dari setengah anggaran) dipakai untuk rapat dan perjalanan dinas. Siapa sajakah yang sudah menggunakan dana tersebut, biarlah berefleksi diri. Yang jelas dana tersebut dialokasikan untuk kemanusiaan, bukan untuk agenda birokratif yang rentan koruptif.
Stunting kiranya memang masalah nasional yang tidak mudah untuk dipecahkan. Kementrian Kesehatan menyampaikan penurunan prevalensi stunting nasional dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022. Ternyata hampir seperempat penduduk Indonesia mengalami “kurang gizi”. Hal ini ironi mengingat hasil alam yang melimpah, lahan yang luas untuk peternakan dan perkebunan, ekonomi yang katanya maju di satu sisi namun hidup tidak berkualitas di sisi lain. Ibarat tikus kelaparan di lumbung padi, demikianlah sejumlah besar anak bangsa di bumi pertiwi ini.
Stunting yang dimaksud tentu bukan hanya tentang tinggi badan, tetapi juga secara holistik terkait peri hidup manusia secara keseluruhan. Yang paling krusial ialah bahwa stunting berpengaruh besar pada rendahnya kemampuan belajar anak, keterbelakangan mental dan kemunculan penyakit-penyakit kronis. Jokowi menargetkan bahwa di tahun 2024 angka prevalensi stunting di atas bisa turun menjadi 14%. Akankah dalam kurun satu tahun ke depan stunting akan turun sebanyak 7% sementara anggaran untuk itu dihamburkan untuk urusan birokratif dan rekreatif?
Sebagai pengamat kebijakan publik, saya melihat bahwa selain mentalitas bangsa yang harus lebih solider dan sensitif terhadap keprihatinan bersama, langkah praktis berlandaskan keadilan sosial urgen untuk diterapkan. Sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kiranya masih jauh dari implementasi riilnya. Di satu sisi semakin banyak orang hidup sejahtera dan itu tidak keliru, bahkan harus.
Akan tetapi di sisi lain terkait solidaritas dan sensitivitas tadi, masih banyak orang yang hidup glamor dalam arti tidak berdasarkan kebutuhan yang wajar, menghambur-hamburkan uang, makanan dan menumpuk berbagai hal sehingga tidak solider dengan yang berkekurangan. Sementara itu yang hidup pas-pas an di kota besar berurusan dengan problem ekonomi yang keras dan berdampak pada kesehatan yang menurun.
Bagi saya, jika mau stunting turun, naikkanlah ekonomi rakyat. Jika mau stunting turun, adillah terhadap sesama. Jika mau stunting turun, jadilah solider dan sensitif. Bagaimana Indonesia mencari jalan-jalan baru untuk lebih menyejahterakan rakyat secara finansial dan sosial kiranya berdampak besar pada pengingkatan kualitas hidup yang pada gilirannya menurunkan prevalensi stunting nasional.
Semua elemen berupaya untuk menurunkan angka stunting ini dan menaikkan kualitas hidup. Tak terkecuali Pemprov DKI Jakarta. Jakarta menjadi episentrum pengentasan stunting dengan menyediakan infrastruktur dan mengerahkan lembaga-lembaga untuk menyelesaikan stunting ini. Berawal dari pembersihan sungai dan lingkungan secara massif, hendak diciptakan Jakarta yang sehat dan tidak kumuh.
Lingkungan kumuh rentan terhadap berbagai macam penyakit dan tentunya berbahaya untuk anak-anak beserta tumbuh kembangnya. Maka Gubernur Heru Budi Hartono menginisiasi penyediaan air bersih yang lebih luas lagi jangkauannya, sanitasi lingkungan yang semakin baik dan bersih, rumah yang sehat sehingga kualitas hidup juga meningkat.
Pemprov DKI Jakarta bersinergi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BKKBN, dan BPS Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan sinkronisasi data dan mengintervensi kasus stunting. Heru Budi Hartono mengimbau para pengurus RT dan RW dapat terus membantu para ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilannya dan para ibu untuk membawa baduta dan balitanya ke Posyandu agar gizi anak dapat terus terpantau.
Sejalan dengan Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting di mana terdapat lima pilar yang ditekankan, yaitu komitmen, pencegahan stunting, konvergensi, pengan yang baik, inovasi terobosan dan data yang baik; Pemprov DKI Jakarta yang dinahkodai oleh Heru Budi Hartono sudah melakukan itu semua. Bertahap namun pasti, Jakarta berlayar ke pelabuhan yang sejahtera untuk semua.
Jika Anda melihat Jakarta sekarang ini bersih dan tertata rapi, meskipun tidak memungkiri masih ada titik-titik yang tidak bersih, diupayakan kota Jakarta menjadi tempat yang nyaman, sejuk dan sehat untuk semua. Pada gilirannya, inilah yang menekan angka stunting Jakarta secara khusus dan Indonesia secara umum.
Sukses Jakarta untuk Indonesia!
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0