Siswa SD Muhammadiyah As Salam, Garut, lesehan belajar di atas lantai lantaran belum punya kursi dan meja. Foto: Ist
KOSADATA | Ada banyak sebutan yang disematkan kepada para guru. Satu di antaranya adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Bukan tanpa alasan bila guru disejajarkan dengan mereka yang telah berjasa kepada bangsa dan negara itu.
Dalam menjalankan profesinya, para guru telah mengikat diri dalam Ikrar Guru Indonesia yang isinya adalah:
Satu, Kami Guru Indonesia, adalah insan pendidik bangsa yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dua, Kami Guru Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pembela dan pengamal Pancasila yang setia pada Undang Undang Dasar 1945.
Tiga, Kami Guru Indonesia, bertekad bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Empat, Kami Guru Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.
Lima, Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdian terhadap bangsa, negara serta kemanusiaan.
Para guru berikrar menjadi pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, serta bertekad bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, di tengah semangat para guru dalam menebar ilmu, masih banyak di antara mereka yang bernasib pilu. Bukan hanya soal kesejahteraan, tapi juga terkait minimnya fasilitas belajar mengajar, seperti yang dialami SD Muhammadiyah As Salam, Kabupaten Garut.
Dari mulai berdiri sampai perjalanannya selama 13 tahun, sekolah tersebut tidak mempunyai kursi dan meja belajar, sehingga para siswa harus lesehan. Mereka belajar di atas lantai tanpa alas. Baru-baru ini mereka mendapat bantuan kursi dan meja dari Enjang Tedi, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat.
Namun, bantuan itu belum memenuhi semua kebutuhan dari kelas 1 sampai kelas 6. “Sementara ini meja dan kursi tersebut diperuntukan bagi kelas 5 dan 6 yang akan menghadapi ujian agar merasakan duduk di kursi meja,” ujar Enjang seraya mengajak semua pihak untuk seiring selangkah dalam gerakan infak pendidikan demi menyelamatkan generasi penerus bangsa.
Menurutnya, SD Muhammadiyah As Salam adalah satu dari sekian banyak masalah pendidikan di Indonesia, khususnya Jawa Barat, yang memerlukan perhatian serius pemerintah. “Berdasarkan Konvensi PBB dan Undang-Undang 45, setiap anak wajib mendapatkan pendidikan yang layak, mendapatkan lingkungan pendidikan yang mendukung,” tandas Enjang.
Masalah krusial yang mesti jadi perhatian pemerintah adalah kondisi ruang kelas yang rusak. Di Jawa Barat, misalnya, berdasarkan data neraca pendidikan daerah 2020 diketahui ada 43.235 ruang kelas di SMA dan SMK yang dalam kondisi rusak, mulai rusak ringan, sedang, hingga berat.
Tapi, kata Enjang Tedi, alokasi untuk pembangunan sekolah baru dan rehabilitasi ruang kelas yang dimasukkan pada anggaran 2024 besarannya cuma Rp7,5 miliar. Rinciannya, Rp1,5 miliar untuk rehabilitasi, dan Rp6 miliar untuk pembangunan sekolah baru.
“Untuk itu kami mengusulkan agar alokasi anggaran Jabar Masagi dihapus dan dialihkan untuk menambah anggaran pembangunan ruang kelas baru dan rehab, serta menambah anggaran Jabar Future Leaders Scholarship atau JFLS,” ujar Enjang.
Ia menjelaskan, program Jabar Masagi 2024 yang dianggarkan Rp10 miliar, direalokasi untuk rehabilitasi kelas dan program beasiswa dalam JFLS. “Kami sudah mengusulkan, anggaran yang Rp10 miliar itu dialihkan untuk JFLS sebesar Rp1,5 miliar, dan untuk penambahan ruang kelas baru dan rehab ruangan sebesar Rp8,5 miliar,” terang Enjang.
Bila usulan itu dikabulkan, maka pada 2024 nanti akan ada anggaran sebesar Rp10 miliar untuk penambahan ruang kelas baru dan rehabilitasi ruang kelas yang rusak. Ditanya apakah anggaran sebesar itu cukup untuk menjawab persoalan ruang-ruang kelas di Jawa Barat, ia menjawab tidak. Namun, bila realokasi anggaran itu dilakukan, manfaatnya akan lebih besar.
Politisi PAN asal Garut ini mengaku sering mendapat keluhan dari para guru terkait kurangnya ruang kelas dan kondisinya yang sudah tidak layak, seperti di SMAN 2 Garut, SMAN 18 Garut, dan SMAN 23 Garut.
Lantaran kekurangan kelas, kata Enjang, ada sekolah yang menggelar proses belajar mengajar di ruang laboratorium atau perpustakaan. Mereka berharap agar pemerintah segera memberi solusi, sehingga kegiatan belajar mengajar bisa berjalan maksimal. ***
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0