Area. Dari ruang rapat kudengar suara agak sibuk di ruang kerja manajer. Kucek ada apa?. Hah, isteri Manajer Cabang baru, lagi sibuk bersama staf kantor, menata ruang Manajer. Ampun... Ganti karpet segala. Lalu, kusentil, kok ada "orang swasta" masuk ke kamar Manajer. Si isteri pun manut, pergi. Ini, contoh kecil agar kelak, jika tiba saat diganti, tidak terlalu sedih atau kehilangan. Minimkan campur tangan keluarga untuk urusan kantor. Mengurangi efek "
Post Power Syndrome" justru bisa dimulai di awal menerima amanah. Hati-hati. Semakin merasa memiliki, semakin tebal rasa kehilangan itu, kelak...
 Â
Tips kedua. Saat menjalankan amanah, reduksilah tingkat nyaman dan kebanggaan itu. Meski bisa "debatable". Satu pihak berkata, lho ini kan hak.. Betul, namun jika bisa, kurangilah hak yang tak perlu-perlu amat. Bentuk empati ke sekeliling. Kuingat momen itu. Kembalikan!!!, perintahku kepada sekretaris yang menerima kunci mobil kantor jatah isteri. Alasanku, untuk paguyuban isteri direksi itu sudah ada mobil untuk dipakai bersama. Akhirnya, rekan lain juga ikutan Selama menjalankan "amanah" penuh masa bakti lima tahun itu, tak ada lagi mobil khusus untuk "di rumah". Hanya ada satu mobil dinas, yang diatur protokoler.
  Â
Satu lagi, pernah juga viral di satu BUMN ternama. Kartu kredit privilege. Hingga pejabat satu level dibawah direksi. Kartunya, bisa dipakai hingga sekian puluh juta perbulan. Tanpa audit. Misalnya traktir di restoran atau golf dengan mitra kerja. Namun kupikir, sudah ada protokoler yang mengurus tamu. Maka, nasib kartu kredit korporasi itu pun tragis. Dipakai sekali saja, hanya untuk membuktikan "kesaktiannya". Lalu.. Disimpan dan dikembalikan lima tahun
Comments 0