Â
Ke-6 pihak ini mengajukan gugatan pada 14 November 2022 lalu terhadap UU Pemilu tentang sistem proporsional terbuka. Mereka berharap MK mengembalikan ke sistem proporsional tertutup.
Â
“Pemohon baik secara berkas dan sebagainya tidak relevan dan banyak kekurangan dan tidak bisa untuk ditindaklanjuti,†kata Anwar Usman melanjutkan.Â
Â
Menurutnya, MK sudah meminta kepada para pemohon agar melengkapi kekurangan berkasnya yang diajukan sebagai objek untuk materi di persidangan. Namun, para pemohon menolak dan menilai persyaratannya sudah sesuai dengan yang diinginkan pemohon.
Â
“Karena berdasarkan pertimbangan hukum dan aspek norma serta lainnya, usulan pemohon tidak bisa ditindaklanjuti dan prematur,†ucap Anwar Usman.
Â
Para penggugat mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) di UU Pemilu bertentangan dengan Konstitusi.Â
Â
Pada pokok permohonannya, para pemohon mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dengan partai politik.
Â
Akibatnya, saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili partai politik namun mewakili diri sendiri.
Â
Namun menurut hakim MK, bertumpu pada norma pasal 168 ayat 2 UU 7/2017 khususnya pada kata 'terbuka'. Hakim konstitusi mengatakan, norma pasal 168 ayat (2) UU Pemilu, yang dimohonkan para pemohon intinya menyatakan "Sistem pemilu [...] dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka." ***
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0