Petahana yang Lakukan Mutasi Pejabat Jelang Pilkada Dapat Didiskualifikasi

Ida Farida
Oct 04, 2024

Forkad gelar diskusi publik bertajuk "Fenomena Kepala Daerah Incumbent Melakukan Mutasi Jabatan Menjelang Pilkada 2024: Telaah Terhadap Netralitas Birokrasi dan Implikasi pada Sistem Demokrasi". Foto: kosadata

MK memutuskan ini membahakan demokrasi, merusak demokrasi dengan mamanfaatkan jabatan untuk kepentingan dirinya,” kata Hamdan.

Sementara itu, aktivis Perludem yang juga dosen pemilu dari UI Titi anggaini menegaskan, pilkada adalah pemilu yang harus tunduk pada undang-undang serta patuh pada asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur dan adil (jurdil), dan demokratis.

Pilkada adalah pemilu. Tak ada pembedaan pilkada dan pemilu, karena itu, harus patuh pada asas luber jurdil, demokratis. Sehingga pemilu jadi bermakna, tidak sekadar simbolik, ritual, seremoni. Penyelenggaranya netral dan profesional, pemilihnya terdidik,” kata Titi.

Untuk itu, kata dia, birokrasi harus netral, dan boleh dipolitisasi, atau berpolitik praktis. Petahana, ujarnya, juga tak boleh melakukan penggantian atau mutasi jabatan ASN hingga masa akhir jabatannya.

Pengamat politik UI, Chusnul Mar’iyah, yang juga menjadi pembicara mengatakan, sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, birokrasi tak pernah benar-benar netral.  Di masa Orde Baru, ujarnya, Golkar juga selalu memanfaatkan birokrasi.

“Suap politik, korupsi, satgas pemenangan sampai tingkat polsek. Apakah birokrasi korban atau pemain?  Golkar melalui Korpri, birokrasi selalu terlibat secara terpaksa atau sukarela,” ujar Chusnul.

Karena itu, untuk membereskannya, ia mengusulkan sistem pilkada diubah. “Saya tak setuju desentralisasi kabupaten/kota. Pilkada cukup di tingkat provinsi saja,” pungkasnya.***


1 2

Related Post

Post a Comment

Comments 0