Bahan Pokok, Kemampuan Membeli dan Upaya Heru Budi Hartono

Ichsan Sundawani
Nov 09, 2023

Foto: Ist

Oleh: Agustinus Tamtama Putra

Pengamat Kebijakan Publik GMT Institute

 

KOSADATA - Berdasarkan survei terkait keresahan masyarakat Jakarta, harga bahan pokok yang sangat mungkin untuk naik adalah salah satunya. Kami melihat bahwa Heru Budi Hartono dengan sungguh serius memikirkan hal ini. Akan tetapi mengapa justru harga sembako menjadi keresahan, bukan banjir dan macet? Selagi banjir semakin terkondisikan di era Heru Budi Hartono ini dan macet sudah kian terkendalikan, kebertahanan pangan menjadi menjadi ibarat tensi darah yang bisa naik kapan saja.

Kiranya ini adalah hal yang wajar karena Jakarta membutuhkan banyak pasokan makanan untuk setiap harinya. Tentang bahan pokok, kajian atasnya memang harus komprehensif dan melibatkan banyak faktor untuk dipertimbangkan. 

Vitalnya ketersediaan pangan

Ketersediaan pangan bukan hanya bersifat temporer, namun juga berkelanjutan. Mengingat lumbung pangan Jakarta berasal dari luar daerah, maka “coverage” terkait sustainabilitas pangan ini memang penting. Fenomena stunting misalnya terkait erat dengan urusan pangan.

Sudah tak terpungkiri lagi bahwa makanan merupakan esensial bagi kita manusia sebagai makhluk biologis. Makanan yang baik dan sehat berperan penting dalam membentuk keluarga, masyarakat dan bangsa yang sehat. Bandingkan pula misalnya dengan kelaparan akibat kekurangan pasokan makanan dan ketidaktersediaannya makanan sehat di beberapa negara Afrika.

Banyak anak-anak terkena busung lapar dan dengan sendirinya ini berdampak pada multiaspek kehidupan masyarakat. Jadi makanan yang sehat dan cukup jelas berhubungan erat dengan kualitas hidup sebuah bangsa. Namun makanan sebagai kebutuhan dasar ternyata tidak bisa diperoleh begitu saja oleh setiap orang, karena untuk memeroleh itu diperlukan uang.

Apalagi di kota besar, tidak ada uang tidak bisa makan. Maka akhirnya kembali lagi, sistem ekonomi pasar berperan sentral di sini supaya menumbuhkan kemampuan masyarakat juga untuk memiliki daya beli alias memiliki uang untuk pangan. 

Untuk konteks Jakarta, bagaimana mengurangi komplain terkait mahalnya sembako? Faktor utama naik atau turunnya harga bahan pokok adalah tentang ketersediaan. Bagaimana bahan tidak naik kalau supply tidak cukup? Kelangkaan dalam hukum ekonomi bukan berarti hanya kekurangan pasokan, tetapi juga kekurangan kemampuan daya beli.

Penduduk Jakarta pada malam hari sekitar 6 juta jiwa sedangkan di siang hari dengan penambahan pekerja dari Bodetabek menjadi 11-13 juta manusia yang pasti membutuhkan makan. Berapa ton beras, sayuran, daging dan bahan lain yang dibutuhkan Jakarta setiap hari? Jawabannya tentu sangat banyak dalam hal kuantitas. Namun dalam kualitas, pakan hanya bisa diperoleh melalui ketersediaan uang untuk membeli. 

Bukan hanya kuantitas, tetapi juga kualitas: daya membeli

Guna menjawab ketersediaan secara kuantitas ini, pemerintah DKI Jakarta menyediakan Jakarta Food Station (JFS). Salah satu tugas penting dari JFS ialah memastikan ketersediaan stok yg memadai untuk memberi makan 13 jutaan jiwa di Jakarta.

Heru Budi Hartono mengoptimalkan fungsi Jakarta Food Station dan mengatakan bahwa diperlukan komitmen dari pemasok. Komitmen semacam ini memang penting sebab supply seyogyanya berlanjut/kontinyu. Manakala stok kurang dan tidak mencukupi jelas sekali harga akan naik.

Untuk menekan harga musti terjaga ketersediaan. Sebagai contoh misalnya, Jakarta memelihara sapi dan membuat kebun di daerah lain dengan kontrak tertentu untuk kemudian menyokong pangan Jakarta. Sudahkah pemprov memikirkan itu? Sudahkah kontrak dengan perusahaan tertentu atau bulog misalnya dengan sistem Purchase Order demi stabilitas bahan pokok.

Sisi lain yang tak kalah penting ialah bagaimana membuat supaya masyarakat punya daya beli, lugasnya memiliki uang yang cukup, untuk dapat membeli bahan pokok sehingga tidak terancam kelaparan? Kiranya usaha ini perlu langkah strategis yang nyata bila ingin mengurangi stunting. 

Subsidi Transportasi dan Peningkatan SDM

Dalam upaya bagaimana bahan-bahan murah dan terjangkau, paling mudah memang dengan mengatakan bahwa perlu subsidi pemerintah. Namun yang lebih penting kiranya ialah menjawab pertanyaan bagaimana supaya masyarakat punya daya beli tinggi, jawabannya ialah dengan menaikkan pendapatan per kapita masyarakat daerah.

Pendapatan per kapita bisa naik jika skill juga naik. Skill bisa naik dengan pelatihan dan vokasi, atau studi lanjut menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Di sini letak pentingnya kesadaran masyarakat akan pendidikan dan perhatian pemerintah pada dunia edukasi.

Sayangnya, dunia ini tidak seksi dan kerap luput serta diandikan berjalan begitu saja secara organis. Padahal halnya tidaklah demikian. Di sisi lain terkait subsidi, tidak bagus juga bila masyarakat terus menerus dimanjakan dengan subsidi tanpa edukasi.

Cara salah satunya ialah dengan membuka lapangan kerja sebesar mungkin, naikkan leverage angkatan kerja dan kualitas masyarakat (misalnya dari data entri ke analis). Ini tentu saja merambah ranah pendidikan, peningkatan kualitas human resource berupa vokasi dan upaya lain merupakan terobosan untuk kualitas ekonomi masyarakat yang mampu pula untuk menjangkau makanan yang layak.

Singkatnya, bagaimana memikirkan keseluruhan konstelasi ketahanan pangan Jakarta? Ini merupakan hubungan antar lini dan multiaspek yang saling terkait dan terhubung satu sama lain. Intervensi kebijakan pemerintah terhadap transportasi bahan pokok misalnya truk-truk tidak ditilang, menyediakan truk dan kereta api untuk ketersediaan pengangkutan pangan bisa jadi solusi.

Dalam hal ini subsidi bisa dijadikan jalan, yaitu subsidi transportasi. Contohnya pesan beras 1 ton dari Jatinegara ke Puri, akan sangat membantu untuk biaya bila ada subsidi kendaraan dari pemerintah. BBM sama harga di seluruh Indonesia karena ada subsidi transportasi dari pemerintah. Jika dibebankan pada swasta tentu ongkos kirim akan tinggi. Hal yang sama bisa diterapkan ke ketersediaan pangan di Jakarta.

Heru Budi Hartono ketika memikirkan tentang lumbung ini sudah sangat bagus. Jakarta memang membutuhkan banyak makanan dan pangan yang sustainable dengan harga yang terjangkau bukan sesuatu yang mustahil untuk di Jakarta.

Related Post

Post a Comment

Comments 0