Lailatul Qodar dan Ujian Salikin

Joeang Elkamali
Mar 31, 2024

Penulis (kiri) saat menyampaikan materi kepelajaran Islam di hadapan santri dan Mahasiswa Persis Tasikmalaya raya.

KOSADATA- Shaum secara bahasa artinya menahan. Orang yang shaum disebut dengan Shoim (jamak: Shoimun). Orang yang shaum berarti melakukan aktifitas menahan, menjaga diri. Lantas menahan dan menjaga dari apa serta untuk siapakah shaum kita?

Orang yang shaum ialah mereka yang menjalankan aktifitas menahan diri dari pembatal-pembatal shaum di waktu yang telah ditentukan oleh syariat yaitu sejak terbit fajar (shubuh) sampai terbenamnya matahari (Maghrib). Eksistensi shaum bagi kaum muslimin merupakan tanda ketundukan hamba pada sang pencipta. 

Perintah shaum itu sendiri merupakan salahsatu syariat yang sudah ada sejak pertama kali Nabi Adam AS menerima perintah berislam.

Dari sisi panduan, syariat shaum masuk pada kategori perintah yang terikat waktunya dan mendapati kekhususan pelaksanaannya.

Di dalam hadits Qudsi disebutkan, pahala untuk orang shaum tidak dicatatkan oleh Malaikat Roqib dan Atid melainkan secara langsung dipantau oleh Allah SWT. Isyarat ini menunjukkan keistimewaan shaum di bulan Ramadhan, dimana pada bulan mulia ini kitab suci Al-quran diturunkan (Nuzulul Qur'an) oleh penguasa langit bumi di malam yang mulia (Lailatul Qodar) kepada manusia paling mulia di muka bumi (Nabi Muhammad Saw) melalui pemimpinnya Malaikat (Jibril As), dan ditujukan kepada manusia-manusia terbaik (khoiru ummat) yang menghendaki kebenaran serta mencintai kebaikan dan keindahan.

Peristiwa menarik di shaum Ramadhan ialah mengenai satu malam yang exitingnya setara dengan 1000 bulan, yakni lailatul Qodar. Di malam yang keberapa persisnya, tidak pernah ada yang tahu. Dan ketidak pastian pengetahuan tentangnya menjadi hikmah bagi penempuh jalan kebaikan. Sebab, di pengkajian hikmah, malam Lailatul Qodar mengandung dua hal sekaligus. Pertama, sebagai kabar gembira. Kedua, ujian.

Ia menjadi kabar gembira yang memotivasi para Shoimun untuk mempelajari tanda-tanda kedatangannya dengan persiapan sebanyak mungkin mengamalkan amalan-amalan terbaik. 

Sementara ia menjadi ujian bagi siapa saja yang mendalami jalan suluk dimana satu malam tersebut akankah mengelabui kemuliaan bulan ramadhan sehingga hanya memokuskan pada malam-malam ganjil saja dan atau di tanggal tertentu saja.

Jika shaum kita fahami sebagai menahan dan menjaga diri, maka pertahanan ini membutuhkan ilmu dan kualitas keimanan. Pembatal shaum dalam arti yang dhohir menjadi negasi yang harus dijauhi seperti makan-minum di waktu yang terlarang dan melakukan hubungan badan di waktu yang belum dibolehkan.

Misalkan ada perempuan yang sedang haid, maka meninggalkan shaum sama pahalanya dengan yang melaksanakan shaum. Artinya, shaum itu bukan sekedar melaksanakan perintah tetapi juga bermakna menjauhi larangan. Pada dimensi inilah kualitas shaum seseorang dapat ditinjau kedalamannya.

Seorang Muslim yang melaksanakan shaum Ramadhan perlu membeningkan syahwat dan nafsu agar ditunggangi oleh perintah dan larangan Allah SWT.

Seperti sebutan "hamba" untuk kita yang menghambakan diri pada sang pencipta, maka menjalankan perintah dari dzat yang kita perhambakan bukan lagi suatu keunggulan yang patut dibangga-banggakan melainkan suatu kelumrahan yang sewajarnya memang demikian.

Maka jika shaum kita baru menjalankan perintah dan menjauhi larangan, tentu itu mulia. Tetapi ada yang jauh lebih mulia yakni ketika kita berhasil meninggalkan bahkan sesuatu yang kurang bermanfaat. Misalkan dengan mengurangi waktu tidur dan melakukan kebaikan-kebaikan syariat sampai kita ketiduran. Atau menjaga lisan dari perkara ghibah dengan memperbanyak ibadah lisaniyah. Atau tidak banyak bergurau dan menggantinya dengan muhasabah. Dan sejenak masuk ke dalam diri dengan membersihkan kotoran-kotoran hati dan mengisinya dengan dzikir-dzikir terbaik.

Ramadhan 1445 H hanya menyisakan 9 hari lagi. Masih terbuka kesempatan memperbaiki kualitas keimanan dan amalan kita. Setidaknya kita mendapati tujuan yang hendak dicapai dari syariat shaum ini yakni sosok Muttaqien, pribadi penuh syukur, sosok baru yang cerdas, dan pemilik akal yang lurus.

Tidak sedikit yang mengerti tujuan sesuatu tetapi tidak banyak yang memahami jalan mencapainya. Adalah hati yang dipenuhi dzikir dan kebersihan, harus kita latihkan. Adalah lisan yang meneduhkan dan menyelamatkan sesama, patut kita praktikan, dan prilaku yang senang membantu sesama, perlu kita jadikan kebiasaan.

Allah bersama hamba-Nya setiap hari. Tetapi di bulan Ramadhan Allah mengungkapkan dzat-Nya jauh lebih dekat lagi. It's time! Inilah waktunya kita berromantis merayu ampunannya dan memelas bimbingan-Nya.

Terdapat beberapa tempat Allah mewujudkan diri-Nya. Ialah keridhoan orang tua, pada senyum kaum miskin papa, di sumringah yatim dan piatu, serta di sebidak dada yang hatinya hanya nama-Nya.

Kita sedang tidak memburu malam ganjil di tanggal-tanggal tertentu, tetapi dengan menjalankan segala amalan yang terbaik dan peningkatan kuantitas amalan keseharian kita di sisa Ramadhan menjadi jalan suluk yang terbuka untuk menggapai persemogaan kiranya Allah berkenan menganugerahi kita dengan Maqom spesial, sekemau-Nya semata-mata.

Contoh pribadi indah itu ialah ketika seseorang mendapati orang lain yang belum shaum atau shaumnya urakan, maka hatinya tidak menyenangi tapi bersegera mendo'akan kebaikan, dan lisannya mengingatkan jika mampu. Namun jika belum sanggup, secara khusus ia mendo'akannya baik saat sholat fardu maupun tarawih atau di waktu sahur yang penuh berkah Allah SWT..

Penulis: Andri Nurkamal (Ketua PD. Pemuda Persis kab. Tasikmalaya)

Related Post

Post a Comment

Comments 0